Ini ceritaku tentang
organisasi yang saat ini aku geluti dengan sepenuh hati, saat ini. Walaupun rasa
lelah sering kali mendera tubuh, sejauh ini aku merasa nyaman dan menikmati
semuanya dengan segala suka dukanya.
“Kamu tidak akan dapat
apa-apa di IMM ini” beberapa Alumni sering kali mengatakan kata-kata ini. Dulu
mungkin aku tidak tahu kenapa mereka, para alumni senang sekali mendengungkan
kata-kata ini. Tapi sekarang aku sadar, sadar betul. Mereka memiliki alasan
tersendiri kenapa mereka senang mengatakan kata-kata ini. Mereka tidak ingin
memberikan janji-janji yang mungkin nantinya belum tentu para kader dapatkan.
Mereka, para alumni ingin menunjukkan kenyataan kepada para kader tentang
kondisi sebuah organisasi, bahwa sebuah organisasi tidak semulus seperti dalam
bayangan mereka. Sebuah organisasi yang mengunggulkan nilai-nilai intelektual pun
tak selamanya berada dalam zona amannya, dalam artian apa yang organisasi
tonjolkan belum tentu semuanya tercapai. Begitu pula di IMM bahwa tidak semua
yang para kader cari, akan mereka dapatkan di organisasi. Dan mungkin juga
sebaliknya rasa lelah, rasa capek, kecewa, putus asa yang mungkin akan para
kader rasakan.
Pertama kali mendengar
kata-kata ini, aku sedikit berprasangka buruk dengan IMM. Mungkinkah aku masuk
di sebuah organisasi yang salah. Mereka sebagai para alumni saja mengatakan hal
yang demikian. Bukankah seharusnya mereka menunjukkan sisi positif
organisasinya agar lebih banyak orang yang bergabung. Jika mereka para alumni saja
memiliki pikiran yang demikian, lalu bagaimana dengan kader baru layaknya diriku.
“Jika kamu berproses dengan
setengah-setengah, maka hasil yang akan kamu dapat pun akan setengah-setengah.
Tapi jika kamu berproses sepenuh hati maka hasil yang kamu dapat akan sesuai
yang hatimu inginkan”. Ini kata kata salah satu alumni yang hingga kini selalu
aku banggakan. Dan karena kata-kata ini aku masih bisa terus mengikuti semua proses
dalam IMM, meskipun belum secara total.
Dan benar, kenyataan yang aku
dapat pun hanya setengah-setengah. Aku memang tidak bisa menjelaskan bagaiamana
hasilnya secara konkrit, tapi ini akan bisa dirasakan oleh mereka yang pernah
dan sedang berproses dalam organisasi, apa pun itu.
Setelah kini, aku menduduki
posisi yang cukup penting di jajaran komisariat. Mau tidak mau, senang tidak
senang. Aku diharuskan berproses secara total di IMM. Tidak ada pihak yang
memaksaku akan hal ini. Tapi entahlah, mungkin saat itu hidayah Allah sedang
turun kepadaku hingga aku berniat untuk terus mengejar ketertinggalanku di
dunia IMM ini, dan berusaha untuk tetap melakukan yang terbaik.
Kembali pada topik semula.
Ternyata apa yang didengungkan para alumni tidak selamanya benar. Aku mendapatkan
apa yang seharusnya aku butuhkan. Dari awal aku memang tidak memiliki tujuan
khusus, atau hal apapun yang ingin aku dapatkan di IMM ini. Tapi jujur aku mendapatkan
apa yang sejatinya aku harus miliki dan aku butuhkan.
Aku tipe orang yang cuek, dengan
banyaknya kader yang menjadi tanggung jawabku, secara tidak langsung aku di
tuntut untuk menjadi orang yang perhatian, paling tidak sekedar menanyakan keadaan
kader (bukan kategori yang lebay). Orang organisasi pasti paham betul dengan
hal ini. Bukan karena ingin PDKT atau lain sebagainya. Tapi ini merupakan suatu
pendekatan yang cukup manjur untuk diterapkan dalam sebuah organisasi.
Kebanyakan mereka menyebutnya pendekatan kultural. Dan karena hal ini, sedikit
demi sedikit aku belajar menjadi pribadi yang perhatian, menjadi orang yang
peduli dengan kondisi orang lain. Dengan keadaan yang seperti ini juga aku mendapatkan
pelajaran bahwa pembicaraan yang basa-basi itu juga merupakan suatu hal yang
penting, dan untuk beberapa moment basa-basi menjadi hal yang urgent untuk
diterapkan.
Tanggung jawab ini sebenarnya
sangat membebaniku. Banyaknya kader ummat yang sekarang berada dalam pundakku
membuatku ingin lari, ingin acuh tak acuh kepada mereka. Tapi gambaran jelas bagaimana
orang tuaku dengan beban yang demikian besar masih bersusah-ria merawat dan
mendidikku dan saudara-saudaraku. IMM membuka mataku untuk belajar tentang
perjuangan dan pengorbanan orang tuaku, dari mereka aku belajar tanggung jawab.
Mereka mendidikku bukan semata-mata karena rasa sayang belaka, tapi lebih
kepada karena mereka memiliki rasa tanggung jawab yang demikian besar untuk
menjadikan putra-putri berguna dan bermanfaat untuk ummat, bangsa, dan Negara.
Dan inilah wujud dari doa orang tuaku. Dengan IMM aku ingin mewujudkan doa
orang tua yang dulu tertera pada secarik kertas saat aku aqiqah. Aku mungkin
tak bisa sehebat Jokowi atau pejabat tinggi negeri ini dalam bakti kepada
Negara dan ummat, tapi setidak aku tetap bisa melakukan hal-hal yang terbaik
yang bisa aku lakukan, dan dengan tulus ikhlas menjalankannya. Setiap orang tua
pasti ingin semua anaknya berbakti dan berguna bagi masyarakat, ummat, bangsa
dan Negara. Dan ini adalah salah satu pengaplikasianku atas sebutir doa dan
impian dari orang tuaku. IMM menjadi wadah baruku untuk perwujudan doa dan
harapan orang tuaku. Dan Allah telah memberikanku pengajaran ini lewat IMM.
Aku memiliki emosi yang mudah
sekali terpancing. Walaupun tidak semuanya bisa luapkan, tapi aku tahu semua
emosi yang ada dalam hatiku, secara tidak langsung dapat terlihat dari expresi
wajahku.
Aku menghadapi banyak orang
dengan berbagai karakter. Dan hubunganku dengan mereka tidak selamanya berjalan
mulus layaknya jalan tol. Selalu dan pasti ada masalah yang terjadi, mulai dari
komuniksi yang tidak berjalan lancar, pikiran yang sering kali tidak satu
frame, juga karakter-karakter yang menimbulkan efek-efek permusuhan dan
ketidakakraban, hingga beberapa oknum yang selalu menonjolkan keegoisan pun
ada.
Aku dengan kondisi hati yang
sangat sensitive ketika dihadapkan dengan orang-orang demikian. Secara tidak
langsung emosiku selalu terpancing. Kadang ingin marah, kesal, ngambek dan lain
sebagainya.
Allah ingin memberiku
pelajaran lain melalui IMM. Tak dinyana malam itu, pukul 21.00 tanggal 4 maret
2014, salah satu patnerku datang kepadaku. Ia mengadukan semua kekesalannya
pada IMM, rasa capeknya berproses, dan beberapa kondisi yang membuatnya tidak
mengerti berada diposisi mana, ia adukan semuanya kepadaku. Juga tentang permasalahan-permasalahan
yang ia alami karena IMM. Aku hanya mendengarkan apa yang menjadi keluh kesahnya
seraya terus berpikir bagaimana mencari solusi yang baik dengan kata yang tepat
dan akurat agar aku bisa membuatnya untuk tetap bertahan di IMM ini. Cukup lama
aku terpekur dalam imajinasiku. Aku masih terus berpikir apa yang harus aku katakan
padanya ketika dia menanyakan tanggapanku akan apa yang ia rasakan. Karena sesungguhnya
permasalahannya tentang apa yang ia kesalkan sedikit banyak telah mewakili
peraaanku, mewakili kejengkelanku. Aku tidak mungkin memberikannya nasihat
sedagkan aku sendiripun merasakan hal yang serupa. Tapi entah kesombongan dari
mana, aku ingin dia tetap menganggapku sebagai orang yang yang dapat diandalkan
dan dapat dijadikan tempat untuk berbagi cerita. Maka, saat itu aku minta
kepada Allah untuk memberikanku kekuatan bagaimana aku membagi sedikit kisah yang
pernah aku alami dan mudah-mudahan dapat menginspirasinya untuk terus aktif di
IMM ini.
Cerita terus mengalir,
perbincangan ini menjadi kian seru. Lama-lama kami saling bertukar pengalaman.
Dan dari sini aku lagi-lagi dapat hidayah dari Allah. Aku ingin masih berproses
di IMM ini. Segala bentuk permasalahan itu pasti ada dan akan terjadi, dan itu
tak akan bisa dihindari manusia. Setiap manusia yang lahir pasti membawa suatu
permasalah, dan dimanapun manusia itu tinggal pasti akan melahirkan masalah-masalah
yang baru, yang seharusnya diselesaikan bukan unuk dihindari. Dari sini aku
belajar untuk mulai memanagement sebuah konflik, aku menjadikan konflik itu
sebagai ajang untuk bisa masuk lebih dalam kedunia IMM, membuat setiap konflik yang
ada menjadi peluang untukku bisa bersikap lebih dewasa lagi. Ini secara tidak
langsung melatih emosiku untuk bisa meredam lebih lama dari biasa. Aku bisa
menjadi orang yang sedikit lebih bisa bersabar ketika harus mengahadapi orang-orang
yang memiliki karakter jauh berbeda dari karakter yang aku miliki, bersabar
menghadapi masalah-masalah dalam hidupku. Dari sini aku belajar sebisa mungkin
untuk mengontrol emosiku dan tidak selalu bersikap egois didepan orang-orang.
Sebenarnya masih banyak hal
yang bisa aku dapatkan dari IMM ini, selain nilai intelektual yang itu menjadi
sesuatu hal yang pasti aku dapatkan. Dari IMM aku belajar menjadi seorang
pemimpin, seorang yang mau mendengarkan kata orang lain, seorang yang lebih
menghargai fungsi telinga untuk mendengarkan alasan, argument dan pikiran serta
keingininan orang lain. Aku belajar untuk menyayangi yang lebih kecil dan
menghargai yang lebih tua.
Rasanya tak perlu aku
berpanjang lebar menjelaskan apa manfaat yang dapat aku peroleh dari kesibukanku
akhir-akhir ini. Ketika siapapun orang yang berkecimpung dalam dunia organisasi
dan mereka tau bagaimana arti berproses yang sebenarnya, mereka akan lebih merasakan
indahnya berorganisasi, melebihi apa yang aku rasakan.
Ada satu hal lagi manfaat dan
hikmah yang dapat aku peroleh dari keaktifanku di IMM kali ini. Aku bisa lebih
cepat move on dari keterpurukanku.Tapi aku tidak ingin membahas hal ini di
sini. Akan ada waktu yang tepat dimana seharusnya aku mengungkapkan hal itu.
Dan karena itu aku menjadi orang yang lebih dan harus bersyukur di banding
sebelumnya, percaya akan rencana Allah Yang Maha Indah. Yakinlah…!!








