Addunya mata'un,wa khaiyru mata'iha al Mar'atus Shalihah

Minggu, 30 Maret 2014

IMM Berproses

Ini ceritaku tentang organisasi yang saat ini aku geluti dengan sepenuh hati, saat ini. Walaupun rasa lelah sering kali mendera tubuh, sejauh ini aku merasa nyaman dan menikmati semuanya dengan segala suka dukanya.
“Kamu tidak akan dapat apa-apa di IMM ini” beberapa Alumni sering kali mengatakan kata-kata ini. Dulu mungkin aku tidak tahu kenapa mereka, para alumni senang sekali mendengungkan kata-kata ini. Tapi sekarang aku sadar, sadar betul. Mereka memiliki alasan tersendiri kenapa mereka senang mengatakan kata-kata ini. Mereka tidak ingin memberikan janji-janji yang mungkin nantinya belum tentu para kader dapatkan. Mereka, para alumni ingin menunjukkan kenyataan kepada para kader tentang kondisi sebuah organisasi, bahwa sebuah organisasi tidak semulus seperti dalam bayangan mereka. Sebuah organisasi yang mengunggulkan nilai-nilai intelektual pun tak selamanya berada dalam zona amannya, dalam artian apa yang organisasi tonjolkan belum tentu semuanya tercapai. Begitu pula di IMM bahwa tidak semua yang para kader cari, akan mereka dapatkan di organisasi. Dan mungkin juga sebaliknya rasa lelah, rasa capek, kecewa, putus asa yang mungkin akan para kader rasakan.
Pertama kali mendengar kata-kata ini, aku sedikit berprasangka buruk dengan IMM. Mungkinkah aku masuk di sebuah organisasi yang salah. Mereka sebagai para alumni saja mengatakan hal yang demikian. Bukankah seharusnya mereka menunjukkan sisi positif organisasinya agar lebih banyak orang yang bergabung. Jika mereka para alumni saja memiliki pikiran yang demikian, lalu bagaimana dengan  kader baru layaknya diriku.
“Jika kamu berproses dengan setengah-setengah, maka hasil yang akan kamu dapat pun akan setengah-setengah. Tapi jika kamu berproses sepenuh hati maka hasil yang kamu dapat akan sesuai yang hatimu inginkan”. Ini kata kata salah satu alumni yang hingga kini selalu aku banggakan. Dan karena kata-kata ini aku masih bisa terus mengikuti semua proses dalam IMM, meskipun belum secara total.
Dan benar, kenyataan yang aku dapat pun hanya setengah-setengah. Aku memang tidak bisa menjelaskan bagaiamana hasilnya secara konkrit, tapi ini akan bisa dirasakan oleh mereka yang pernah dan sedang berproses dalam organisasi, apa pun itu.
Setelah kini, aku menduduki posisi yang cukup penting di jajaran komisariat. Mau tidak mau, senang tidak senang. Aku diharuskan berproses secara total di IMM. Tidak ada pihak yang memaksaku akan hal ini. Tapi entahlah, mungkin saat itu hidayah Allah sedang turun kepadaku hingga aku berniat untuk terus mengejar ketertinggalanku di dunia IMM ini, dan berusaha untuk tetap melakukan yang terbaik.
Kembali pada topik semula. Ternyata apa yang didengungkan para alumni tidak selamanya benar. Aku mendapatkan apa yang seharusnya aku butuhkan. Dari awal aku memang tidak memiliki tujuan khusus, atau hal apapun yang ingin aku dapatkan di IMM ini. Tapi jujur aku mendapatkan apa yang sejatinya aku harus miliki dan aku butuhkan.
Aku tipe orang yang cuek, dengan banyaknya kader yang menjadi tanggung jawabku, secara tidak langsung aku di tuntut untuk menjadi orang yang perhatian, paling tidak sekedar menanyakan keadaan kader (bukan kategori yang lebay). Orang organisasi pasti paham betul dengan hal ini. Bukan karena ingin PDKT atau lain sebagainya. Tapi ini merupakan suatu pendekatan yang cukup manjur untuk diterapkan dalam sebuah organisasi. Kebanyakan mereka menyebutnya pendekatan kultural. Dan karena hal ini, sedikit demi sedikit aku belajar menjadi pribadi yang perhatian, menjadi orang yang peduli dengan kondisi orang lain. Dengan keadaan yang seperti ini juga aku mendapatkan pelajaran bahwa pembicaraan yang basa-basi itu juga merupakan suatu hal yang penting, dan untuk beberapa moment basa-basi menjadi hal yang urgent untuk diterapkan.
Tanggung jawab ini sebenarnya sangat membebaniku. Banyaknya kader ummat yang sekarang berada dalam pundakku membuatku ingin lari, ingin acuh tak acuh kepada mereka. Tapi gambaran jelas bagaimana orang tuaku dengan beban yang demikian besar masih bersusah-ria merawat dan mendidikku dan saudara-saudaraku. IMM membuka mataku untuk belajar tentang perjuangan dan pengorbanan orang tuaku, dari mereka aku belajar tanggung jawab. Mereka mendidikku bukan semata-mata karena rasa sayang belaka, tapi lebih kepada karena mereka memiliki rasa tanggung jawab yang demikian besar untuk menjadikan putra-putri berguna dan bermanfaat untuk ummat, bangsa, dan Negara. Dan inilah wujud dari doa orang tuaku. Dengan IMM aku ingin mewujudkan doa orang tua yang dulu tertera pada secarik kertas saat aku aqiqah. Aku mungkin tak bisa sehebat Jokowi atau pejabat tinggi negeri ini dalam bakti kepada Negara dan ummat, tapi setidak aku tetap bisa melakukan hal-hal yang terbaik yang bisa aku lakukan, dan dengan tulus ikhlas menjalankannya. Setiap orang tua pasti ingin semua anaknya berbakti dan berguna bagi masyarakat, ummat, bangsa dan Negara. Dan ini adalah salah satu pengaplikasianku atas sebutir doa dan impian dari orang tuaku. IMM menjadi wadah baruku untuk perwujudan doa dan harapan orang tuaku. Dan Allah telah memberikanku pengajaran ini lewat IMM.
Aku memiliki emosi yang mudah sekali terpancing. Walaupun tidak semuanya bisa luapkan, tapi aku tahu semua emosi yang ada dalam hatiku, secara tidak langsung dapat terlihat dari expresi wajahku.  
Aku menghadapi banyak orang dengan berbagai karakter. Dan hubunganku dengan mereka tidak selamanya berjalan mulus layaknya jalan tol. Selalu dan pasti ada masalah yang terjadi, mulai dari komuniksi yang tidak berjalan lancar, pikiran yang sering kali tidak satu frame, juga karakter-karakter yang menimbulkan efek-efek permusuhan dan ketidakakraban, hingga beberapa oknum yang selalu menonjolkan keegoisan pun ada.
Aku dengan kondisi hati yang sangat sensitive ketika dihadapkan dengan orang-orang demikian. Secara tidak langsung emosiku selalu terpancing. Kadang ingin marah, kesal, ngambek dan lain sebagainya.
Allah ingin memberiku pelajaran lain melalui IMM. Tak dinyana malam itu, pukul 21.00 tanggal 4 maret 2014, salah satu patnerku datang kepadaku. Ia mengadukan semua kekesalannya pada IMM, rasa capeknya berproses, dan beberapa kondisi yang membuatnya tidak mengerti berada diposisi mana, ia adukan semuanya kepadaku. Juga tentang permasalahan-permasalahan yang ia alami karena IMM. Aku hanya mendengarkan apa yang menjadi keluh kesahnya seraya terus berpikir bagaimana mencari solusi yang baik dengan kata yang tepat dan akurat agar aku bisa membuatnya untuk tetap bertahan di IMM ini. Cukup lama aku terpekur dalam imajinasiku. Aku masih terus berpikir apa yang harus aku katakan padanya ketika dia menanyakan tanggapanku akan apa yang ia rasakan. Karena sesungguhnya permasalahannya tentang apa yang ia kesalkan sedikit banyak telah mewakili peraaanku, mewakili kejengkelanku. Aku tidak mungkin memberikannya nasihat sedagkan aku sendiripun merasakan hal yang serupa. Tapi entah kesombongan dari mana, aku ingin dia tetap menganggapku sebagai orang yang yang dapat diandalkan dan dapat dijadikan tempat untuk berbagi cerita. Maka, saat itu aku minta kepada Allah untuk memberikanku kekuatan bagaimana aku membagi sedikit kisah yang pernah aku alami dan mudah-mudahan dapat menginspirasinya untuk terus aktif di IMM ini.
Cerita terus mengalir, perbincangan ini menjadi kian seru. Lama-lama kami saling bertukar pengalaman. Dan dari sini aku lagi-lagi dapat hidayah dari Allah. Aku ingin masih berproses di IMM ini. Segala bentuk permasalahan itu pasti ada dan akan terjadi, dan itu tak akan bisa dihindari manusia. Setiap manusia yang lahir pasti membawa suatu permasalah, dan dimanapun manusia itu tinggal pasti akan melahirkan masalah-masalah yang baru, yang seharusnya diselesaikan bukan unuk dihindari. Dari sini aku belajar untuk mulai memanagement sebuah konflik, aku menjadikan konflik itu sebagai ajang untuk bisa masuk lebih dalam kedunia IMM, membuat setiap konflik yang ada menjadi peluang untukku bisa bersikap lebih dewasa lagi. Ini secara tidak langsung melatih emosiku untuk bisa meredam lebih lama dari biasa. Aku bisa menjadi orang yang sedikit lebih bisa bersabar ketika harus mengahadapi orang-orang yang memiliki karakter jauh berbeda dari karakter yang aku miliki, bersabar menghadapi masalah-masalah dalam hidupku. Dari sini aku belajar sebisa mungkin untuk mengontrol emosiku dan tidak selalu bersikap egois didepan orang-orang.
Sebenarnya masih banyak hal yang bisa aku dapatkan dari IMM ini, selain nilai intelektual yang itu menjadi sesuatu hal yang pasti aku dapatkan. Dari IMM aku belajar menjadi seorang pemimpin, seorang yang mau mendengarkan kata orang lain, seorang yang lebih menghargai fungsi telinga untuk mendengarkan alasan, argument dan pikiran serta keingininan orang lain. Aku belajar untuk menyayangi yang lebih kecil dan menghargai yang lebih tua.
Rasanya tak perlu aku berpanjang lebar menjelaskan apa manfaat yang dapat aku peroleh dari kesibukanku akhir-akhir ini. Ketika siapapun orang yang berkecimpung dalam dunia organisasi dan mereka tau bagaimana arti berproses yang sebenarnya, mereka akan lebih merasakan indahnya berorganisasi, melebihi apa yang aku rasakan.
Ada satu hal lagi manfaat dan hikmah yang dapat aku peroleh dari keaktifanku di IMM kali ini. Aku bisa lebih cepat move on dari keterpurukanku.Tapi aku tidak ingin membahas hal ini di sini. Akan ada waktu yang tepat dimana seharusnya aku mengungkapkan hal itu. Dan karena itu aku menjadi orang yang lebih dan harus bersyukur di banding sebelumnya, percaya akan rencana Allah Yang Maha Indah. Yakinlah…!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter